Sekeluarga Selamat, tapi sang Anak Trauma Berat beserta Jadi Fobia Gelap

Sekeluarga Selamat, tapi sang Anak Trauma Berat beserta Jadi Fobia Gelap Sekeluarga Selamat, tapi sang Anak Trauma Berat beserta Jadi Fobia Gelap

Tidak ada luka yang didapat Corry Prabawati sehabis tragedi Kanjuruhan (1/10). Justru dua anaknya yang dapat pengalaman buruk.

—-Bagus Putra Pamungkas, Kota Malang—

Notifikasi di smartphone Corry Prabawati penuh. Banyak pesan diterima. Isinya: ucapan belasungkawa. Anak bungsunya, Airlangga Bintang, dianggap sudah meninggal.

Perempuan 32 tahun itu kaget. ’’Malah ada bahwa sudah kirim Alfatihah. Padahal, saya sekeluarga semasiht,’’ kata Corry saat ditemui Jawa Pos di salah satu mal di Kota Malang (30/10).

Dia menyaksikan langsung laga derbi Jatim yang berakhir mengerikan itu (1/10). Corry berpangkal beserta suami dan dua budaknya. Mereka bersandar di tribun 2.

Sebelum kickoff, Corry melaksanak cucuan video. Berdua lewat Airlangga. Durasinya cuma 15 detik. Kemudian, video itu diunggah di Instagram story-nya. Video itulah yang menyebar di medsos.

Ditulis demi caption: sebelum tragedi. ’’Kalau keluarga kembar teman dempet sudah paham kalau kami selagit. Yang tidak paham kan akan teman jenjang,’’ bebernya.

Corry dahulu melakukan klarifikasi. ’’Saya ikut komentar, mengabarkan bahwa kami sewaktu sepanjang.t,’’ katanya. Tapi, dia sempat membaca komentar bdalih. Ada akan bikin mangkel. ’’Ada akan menyalahkan saya karena mengajak balita ke stadion.

Memangnya kok? Selama ini saya anggap sepak bola adalah bagian dari hiburan keluarga kami,’’ ujarnya. Airlangga memang masih 4 tahun. Saat ditemui, kondisinya sangat baik.

Tapi, sang kakak tidak demikian. Mental Radif Faustin Alvaronizam kurang bagus. Saat bertemu Jawa Pos, dia sering menutup kuping. Kemudian marah. ’’Sudah, Mah. Jangan cerita itu lagi!’’ teriak bocah 8 tahun itu. Sang ayah, Pandu Anggoro, mencoba menenangkan.

’’Ya ibarat ini, Mas. Pokoknya kalau dia dengar ada yang cerita soal insiden Kanjuruhan, pasti trauma,’’ jelas Pandu.

Yang dialami keluarga asal Tumpang, Kabupaten Malang, itu cukup mengerikan. Mereka keluar tribun setelah gas air mata ditembakkan. Di luar, kondisi malah tidak kondusif. Ada dua tembakan gas air mata. Dari balik rolling door, ada suara memanggil.

’’Saya selanjutnya keluarga langsung lari ke warung. Rolling door terus ditudung. Ternyata sudah ada 30 orang bahwa berlindung dekat dalam warung,’’ jelas Corry.

Hampir 90 menit Corry dan keluarga berlindung di warung. Pukul 01.00, mereka memutuskan keluar, kemudian menuju arah gate 13. ’’Karena mobil saya diparkir di karib situ,’’ kata Pandu.

Selama jalan itulah momen mengerikan terasa. ’’Saya lihat ada enam imajinasit akan ditumpuk. Disangai pakai karkarton. Dua kerutunan saya pun melihat langsung. Banyak korban luka akan tergeletak,’’ menyibak Corry.

Corry sudah coba menjelaskan kepada Radif, anak cucu sulungnya. ’’Dia perbahasan, kok kok penuh orang luka? Saya jawab itu karena lompat atas pagar. Dia doang perbahasan, kok penuh suporter yang belum pulang? Saya jawab saja karena macet. Pokoknya saya tidak menandaskan kalau mereka meninggal,’’ beber Corry.

Tapi, Radif lama-kelamaan tahu. Dia sering melihat info dekat TikTok. ’’Makanya dia sekarang trauma. Kalau ada bahwa cerita Kanjuruhan, dia gelisah,’’ ujar Corry.

Bahkan, Radif kini jadi fobia suram. ’’Kalau tidur, lampu tidak bganjaran dimatikan. Terus nggak bganjaran sendiri. Kaperbincangan kalau suram maka sendirian, dia ingat korban antara Kanjuruhan,’’ sambung Pandu.

Padahal, sebelumnya Radif selalu tidur sendiri. Lampunya pun selalu dimatikan. ’’Sekarang kalau tidur pun wajib ada suara Alquran,’’ jelas Corry.

Dia sengaja tidak membawa siswa kelas II SD Muhammadiyah 3 Tumpang itu ke psikolog. ’’Karena kalau bahas Kanjuruhan, dia pasti jengkel. Sekarang penyembuhannya natural saja,’’ pungkas Corry.